Selasa, 04 Desember 2012

TULISAN 2


FENOMENA OUTSOURCING DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

      1.1   LATAR BELAKANG
Dewasa ini, hampir seluruh industri di Indonesia baik kecil maupun skala besar melalukan praktek outsourcing. Garis besar tujuan perusahaan melakukan outsourcing adalah agar perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. Tujuan ini baik adanya, namun pada pelaksanaannya,pengalihan ini menimbulkan beberapa permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan. Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang cukup bervariasi, tidak terkecuali di Indonesia. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourcing (Alih Daya) dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut. Banyak perusahaan melakukan outsourcing bukan atas dasar kebutuhan dan sesuai dengan aturan hukum yang ada, melainkan hanya karena tidak mau repot dengan urusan-urusan ketenagakerjaan. Perusahaan melakukan oursourcing karena tidak mau direpotkan apabila nanti terjadi PHK, dan agar tidak perlu memberi pesangon kepada karyawan yang di-PHK.

BAB II
PEMBAHASAN

      2.1     DEFINISI OUTSOURCING
Dalam era globalisasi dan tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing.”
Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non--core business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing). Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi tenaga kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing, berikut beberapa penjabarannya dalam table di bawah ini.
Pro – Kontra Penggunaan Outsourcing
PRO OUTSOURCING
KONTRA OUTSOURCING
-       Business owner bisa fokus pada core business.
-       Cost reduction.
-       Biaya investasi berubah menjadi biaya belanja.
-       Tidak lagi dipusingkan dengan oleh turn over tenaga kerja.
-       Bagian dari modenisasi dunia usaha
-     Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja.
-     Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource
-     Career Path di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah.


     2.2     MASALAH UMUM YANG TERJADI DALAM PENGGUNAAN OUTSOURCING
 Ø  Penentuan partner outsourcing.
Hal ini menjadi sangat krusial karena partner outsourcing harus mengetahui apa yang menjadi kebutuhan perusahaan serta menjaga hubungan baik dengan partner outsourcing.
 Ø  Perusahaan outsourcing harus berbadan hukum.
Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga outsource, sehingga mereka memiliki kepastian hukum.
 Ø  Pelanggaran ketentuan outsourcing.
Demi mengurangi biaya produksi, perusahaan terkadang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku. Akibat yang terjadi adalah demonstrasi buruh yang menuntut hak-haknya. Hal ini menjadi salah satu perhatian bagi investor asing untuk mendirikan usaha di Indonesia.
 Ø  Perusahan outsourcing  memotong gaji tenaga kerja tanpa ada batasan sehingga, yang mereka terima, berkurang lebih banyak.

       2.3     MEKANISME OUTSOURCING DALAM  INDUSTRI DI INDONESIA
Outsourcing di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, model kerja ini disahkan keberlakuannya melalui keputusan Menteri Perdagangan RI No. 264/KP/1989 Tentang Pekerjaan Sub-kontrak Perusahaan Pengelola di Kawasan Berikat.
Industri awal yang bersentuhan dengan outsource adalah industri perminyakan. Bahan bakar yang dimanfaakan oleh konsumen akhir, mengalami proses panjang dan melalui berbagai perusahaan outsourcing. Dimulai dari pemilik konsesi lahan, eksplorasi hingga produksi, transportasi, semuanya dilakukan oleh perusahaan yang berbeda .
Ada beberapa alasan industri melakukan outsourcing yaitu pertama, efisiensi kerja dimana perusahaan produksi dapat melimpahkan kerja-kerja operasional kepada perusahaan outsourcing; kedua, resiko operasional perusahaan dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sehingga pemanfaatan faktor produksi bisa dimaksimalkan dengan menekan resiko sekecil mungkin; ketiga, sumber daya perusahaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih fokus dalam meningkatkan produksi; keempat, mengurangi biaya pengeluaran (capital expenditure) karena dana yang sebelumnya untuk investasi dapat digunakan untuk biaya operasional; kelima perusahaan dapat mempekerjakan tenaga kerja yang terampil dan murah; keenam, mekanisme kontrol terhadap buruh menjadi lebih baik.
Pengesahan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, merupakan landasan hukum bagi pelegalan sistem outsourcing yang menguntungkan pihak penguasa modal dan sebaliknya merugikan kaum buruh. Berbagai aksi protes menentang sistem outsourcing merupakan salah satu bentuk dari resistensi terhadap kepitalisme. Dalam persfektif buruh, outsorcing menjadi sebuah batu penghalang bagi peningkatan kelayakan hidup bagi mereka. Upah yang murah, tidak adanya jaminan sosial dan lain sebagainya adalah indikasi dari pengingkaran kapitalisme terhadap hak-hak buruh yang mencederai human rigth. Berikut adalah gambaran perbandingan antara hak buruh tetap (Permanent), dan buruh kontrak (Outsorcing) :
Gambaran Perbandingan Hak Buruh Tetap (Permanent)
dan Buruh Kontrak (Outsorcing)
HAK-HAK BURUH
BURUH TETAP
BURUH KONTRAK
Upah Pokok (UP)
Minimal UMK
Tunjangan Masa Kerja (TMK)
UP=UMK+TMK
Hanya UMK
Premi kehadiran
Dapat
Tidak dapat
Tunjangan Jabatan
Pada posisi tertentu ada
Tidak dapat
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dapat
Tidak dapat
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Kematian
Jaminan Hari Tua
Jaminan Kesehatan (Bagi buruh dan Keluarga)
Uang Makan dan Transport
Dapat
Tidak dapat (Termasuk di dalam upah pokok)
Hak Cuti:
Tahunan, Haid, dan cuti hamil
Dapat, untuk buruh perempuan yang hamil mendapat cuti 3 bulan dengan dibayar upahnya
Tidak dapat, buruh perempuan ketika hamil diputus kontraknya.
Tunjangan Hari Raya
Dapat
Tidak Dapat
Pesangon
Dapat (dilindungi oleh Undang-Undang)
Tidak Dapat

          Keberadaan buruh berstatus outsourcing pada gilirannya akan melemahkan perjuangan kolektif buruh melalui serikat buruh, sebagai elemen pemaksa bagi terpenuhinya hak-hak buruh. Sebab, buruh outsourcing bergerak sebagai individu yang mengadakan hubungan kerja dengan perusahaan secara langsung, atau buruh yang disalurkan oleh lembaga outsourcing (jasa penyalur tenaga kerja), kepada perusahaan, para pihak yang terlibat dalam perjanjian dalam hal ini adalah jasa penyalur tenaga kerja dan perusahaan, sementara buruh outsorcing sendiri berada di bawah kendali jasa penyalur.
       2.4     SOLUSI JIKA SUATU PERUSAHAAN MENGGUNAKAN SISTEM OUTSOURCING
Penerapan outsourcing dalam pengembangan sistem dan teknologi informasi oleh perusahaan tetap masih tepat. Namun perusahaan perlu memperhatikan hal-hal terkait dengan kesuksesan dalam penerapan outsourcing TI. Sparrow, 2003 dalam mygreenworld blog ; menyatakan bahwa untuk mendapatkan keberhasilan dalamoutsourcing IT, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah :
 §  Menentukan tujuan; tujuan utama-pengurangan biaya; beberapa tujuan – value for money dan pengembangan teknologi; manajemen krisis-untuk mengatasi kesulitan keuangan.
 §  Memahami tujuan dari para stakeholder.
 §  Menganalisa tujuan yang telah ditentukan.
 §  Menyeleksi vendor outsource.
 §  Benchmarking.
 §  Perbaikan internal; staff, system, proses, dan lain-lain.
 §  Menentukan servis yang diinginkan dari vendor outsource.
 §  Analisa business case.
 §  Mentransfer staff.
 §  Manajemen outsourcing (pengelolaan outsourcing, pengukuran keberhasilan, pembatasan dan alokasi resiko serta pengontrolan).
Dan dalam menentukan vendor hendaknya memperhatikan kriteria-kriteria berikut:
   a.       Pemahaman terhadap kebutuhan bisnis klien
   b.      Pengalaman dan kompetensi sumber daya manusia
  c.       Adanya business case yang jelas
  d.      Adanya perjanjian service level yang jelas


BAB III
PENUTUP

      3.1   KESIMPULAN
Outsourcing pada mulanya diciptakan dalam rangka agar perusahaan dapat berkonsentrasi pada core competencenya, dan untuk tujuan itu maka kegiatan-kegiatan yang bukan merupakan core competence perusahaan dialihkan pengerjaannya kepada pihak lain. Selain agar perusahaan dapat berkonsentrasi pada core competencenya, kegiatan yang dialihkan tersebut diharapkan dapat dikerjakan dengan hasil yang lebih baik oleh perusahaan lain yang menerima pekerjaan outsourcing. Keuntungan lain yang didapatkan dengan melakukan outsourcing adalah adanya penghematan biaya dikarenakan dengan outsourcing terjadi efisiensi biaya produksi dalam perusahaan. Ini disebabkan karena pekerjaan yang bukan merupakan keahlian perusahaan dialihkan kepada perusahaan yang lebih mampu dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.
Akan tetapi, dalam perkembangannya yang terjadi adalah perusahaan banyak menggunakan outsourcing sebagai sarana pemangkasan biaya secara besar besaran dan melanggar etika dengan menghindari kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi terhadap karyawan yang merupakan hak hak yang seharusnya diperoleh karyawan. Tindakan ini merupakan bentuk dari pelanggaran terhadap etika yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan dan lingkungannya. Meskipun pemerintah Indonesia telah membuat dan memberlakukan undang-undang yang berkaitan dengan sistem, tatacara, peraturan dan penggunaan outsourcing,tampaknya peraturan perundang undangan ini belum dapat menjamin dan memastikan pelaksanaan outsourcing yang baik. Peraturan ini jika dicermati lebih jauh hanya mengatur garis besar dari outsourcing dan pekerjaan-pekerjaan yang dapat di outsourcingkan hanya merupakan pekerjaan yang tidak menyangkut kegiatan produksi utama perusahaan.Umumnya merupakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan skill/keahlian yang khusus. Tingkat skill yang rendah menyebabkan daya tawar karyawan menjadi rendah sehingga dapat dimanfaatkan perusahaan outsourcing penyedia tenaga kerja untuk menekan harga penawaran jasa kepada perusahaan perusahaan yang membutuhkan menjadi murah. Selanjutnya sudah dapat dipastikan terjadi persaingan harga tenaga kerja, mana yang dapat menyediakan harga tenaga kerja yang lebih murah adalah yang memenangkan pasar. Hal ini tentu saja sangat merugikan karyawan, hak hak pekerja yang seharusnya dapatkan, justru tidak diperoleh.

3.2 SARAN
Outsourcing pada dasarnya bertujuan baik untuk perusahaan, namun agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak karyawan, hukum dan etika maka selayaknya terdapat peraturan perundang undangan yang dapat secara detail dan menyeluruh menjamin outsourcing dilakukan dengan benar dan tidak melanggar hukum, etika dan hak hak karyawan, dan dapat mengakomodir kepentingan pengusaha dan kepetingan pekerja. Perluasan cakupan keahlian tenaga kerja yang dapat dipergunakan dalam outsourcing akan baik jika ditingkatkan sehingga pekerja memiliki daya tawar yang kuat terhadap perusahaan. Disamping hal yang disebutkan diatas, yang terpenting adalah kesadaran moral perusahaan , pemerintah juga masyarakat akan etika, hak- hak dan kewajiban yang ada dalam outsourcing harus ditingkatkan, agar ke depan nanti kondisi outsourcing dan pelaksanaan outsorcing di Indonesia menjadi lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar