PENGATURAN
BBM BERSUBSIDI “MUTLAK”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Dewasa ini, permasalahan
mengenai Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali mencuat ke permukaan. Yakni,
mengenai
penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi dan non subsidi. Seperti yang
kita ketahui,
penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi hanya diwajibkan untuk
orang-orang
ber-ekonomi rendah hingga menengah.
Tetapi, kenyataan yang dapat kita lihat di lapangan adalah, masih
banyaknya pengguna-penggguna mobil berplat nomer merah, serta
mobil-mobil mewah
lainnya yang masih memberi “minum” kendaraan mereka dengan bensin
bersubsidi.
Maka dari itu perlu dilakukan antisipasi yang lebih dari pemerintah
untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
BAB II
ISI
2.1 KONSUMSI BBM
BERSUBSIDI TERUS MELONJAK
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan
bahwa model pengendalian distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
masih
dikaji. Ada sejumlah usulan, di antaranya system pengendalian meggunakan
teknologi Radio Frequency Identification (RFID). RFID adalah teknologi
alat
sensor yang dipasang di kendaraan SPBU. Kementrian Energi dan Sumber
Daya
Mineral (ESDM) sudah melakukan simulasi pada Agustus di Jakarta. jika
model itu
nanti yang dipilih, pertamina perlu membangun instalasi. Tahap awal,
rencananya
akan dilakukan di Jawa dan Bali. Persiapan sekitar 3 bulan sehingga
realisasi
program sebagaimana ditetapkan UU APBN 2012, yakni April 2012, bisa
tercapai.
Saat ditanya tentang alternative menaikkana harga BBM, Hatta
mengatakan, hal itu menjadi salah satu usulan. Argumentasinya, antara
lain,
karena kondisi perekonomian memungkinkan, di antaranya inflasi rendah
dan
kenaikan rating utang Indonesia. Menurut Hatta, pengaturan distribusi
BBM
bersubsidi mutlak dilakukan karena kuotanya hanya 40,4 juta kiloliter.
Sementara konsumsi BBM dipastikan naik pada tahun 2012 seiring dengan
pertumbuhan ekonomi yang positif, sektor transportasi yang meningkat,
dan
industry yang tumbuh.
Menteri ESDM Jero Wacik, menyatakan, salah satu penyebab
jebolnya kuota BBM bersubsidi pada tahun 2011 karena jumlah kendaraan
bermotor
selama 2011 terus bertambah. Sepeda motor saja pertambahannya 7 juta
unit tahun
ini. Kebutuhan solar di daerah, menurut Jero juga bertambah. Ini
berhubungan
dengan ekonomi yang membaik sehingga permintaan pasar juga naik. Wacik
juga berencana menambah kuota. Soal
berapa penambahan kuotanya, hal itu masih dalam penghitungan.
2.2 PRODUKSI MINYAK TURUN
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi R
Priyono, dalam jumpapers laporan akhir tahun kegiatan usaha hulu migas
menyatakan bahwa produksi minyak tahun ini 903.441barrel per hari. Ini
berarti
realisasi produksi minyak di bawah asumsi produksi atau lifting
(produksi siap
jual) minyak APBN Perubahan 2011, yakni 945.000 barrel per hari.
Realisasi
produksi ini juga turun dari tahun 2010 sebesar 944.898 barrel per hari.
Secara keseluruhan, realisasi produksi minyakdan gas bumi
tahun ini 2,4juta barrel setara minyak per hari, turun dibandingkan
dengan
tahun lalu sebesar 3,5 juta barrel setara minyak. Angka ini terdiri dari
produksi minyak 903.441 barrel per hari dan produksi gas 1,5 juta barrel
setara
minyak. Namun, industry hulu migas membukukan penerimaan Negara 34,4
miliar
dollar AS tahun 2011, lebih tinggi 29,8 persen dibandingkan deengan
tahun
sebelumnya sebesar 26,5 miliar dollar AS. Kenaikan penerimaan ini
terutama
dipicu kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia.
Menurut Priyono, ada sejumlah kendala yang dihadapi BP migas
dalam mengejar target produksi migas yang ditetapkan pemerintah.
Gangguan operasi
itu, antara lain, cuaca buruk membuat pengentalan minyak di pipa milik
PT
Chevron Pacific Indonesia dan kebakaran kapal penampung minyak Lenyera
milik PT
Trada MaritimTbk. Adapun kendala eksternal nonteknis yang dihadapi 1.234
kasus,
antara lain, pencurian peralatan migas, unjuk rasa, sabotase,
penghentian
kegiatan, dan rumitnya perizinan.
2.3 Problematika Subsidi BBM
Seperti yang kita ketahui banyak
kontroversi dalam pelaksanaan kebijakan subsidi BBM, disatu sisi subsidi
BBM
bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat dan menekan terjadinya
inflasi.
Pengalokasian pengeluaran pemerintah lebih condong kepada subsidi
dibandingkan
dengan pengeluaran pemerintah yang lain. Sehingga, dilain pihak jika
konsumsi
BBM meningkat akan membebankan anggaran pemerintah. Pengurangan subsidi
BBM
berarti mengakibatkan kenaikan harga pada BBM, yang secara otomatis akan
memberatkan konsumen, karena dengan terjadinya kenaikan harga BBM akan
berdampak pada kenaikan harga barang lain. Seperti yang terjadi pada
tahun
2005, pemerintah mengurangi subsidi BBM, karena dipengaruhi oleh naiknya
harga
minyak dunia pada saat itu, sehingga menyebabkan kenaikan harga pada BBM
danmengakibatkan harga bahan pokok ikut naik.
Subsidi pada dasarnya diperuntukan
untuk melindungi masyarakat terutama masyarakat golongan menengah ke
bawah.
Namun, pada kenyataannya justru masyarakat golongan menengah ke ataslah
yang
lebih menikmati keuntungan dari adanya subsidi BBM. Menurut Editorial
Media Indonesia, saat ini pemerintah Indonesia terjerat dalam
politik
anggaran sendiri, pemeritah lebih mementingkan popularitas dan
pencitraan
daripada rasionalitas ekonomi. Saat ini harga minyak dunia mencapai
$100/barrel
sehingga menyebabkan harga BBM non subsidi naik. Setengah harga dari BBM
bersubsidi, membuat para pengguna BBM non subsidi beralih ke BBM
bersubsidi,
sehingga anggaran pemerintah untuk subsidi BBM meningkat. Opsi kenaikan
subsidi
BBM dapat membantu perekonomian rakyat, tapi pada kenyataannya kinerja
dari
subsidi BBM tersebut tidak tepat sasaran, karena banyak habis terbakar
di
jalan, terutama pada kendaraan pribadi. Seharusnya subsidi dikurangi dan
dialokasikan untuk transportasi massal dan infrastruktur. Untuk itu,
sebaiknya
masyarakat dihimbau untuk menghemat energi BBM. Keberhasilan pemerintah
yang
lalu dalam mengkonversi minyak tanah ke gas menunjukan bahwa seharusnya
pemerintah dapat memberikan energi alternatif lain agar dapat mengurangi
energi
fosil.
Namun disisi lain dari berbagai sumber,
penghapusan subsidi BBM untuk saat ini dinilai merupakan kebijakan yang
tidak
efektif dan akan merugikan perekonomian yang sangat besar, karena
penghapusan
subsidi BBM secara mendadak tanpa mengedepankan pelayanan publik
terlebih
dahulu (pengadaan transportasi umum terlebih dahulu dan infrastruktur)
justru
akan sangat merugikan, sebab jika hal ini terjadi dan harga BBM terus
naik maka
yang terjadi hanyalah kerugian ekonomi yang sangat besar. Selain itu
penghapusan subsidi BBM dapat mengakibatkan berpindahnya konsumen BBM
non
subsidi untuk pindah pada SPBU non Pertamina karena harga jual BBM non
subsidi
di SPBU Pertamina lebih mahal.
2.4
Dilema konversi BBM
Kenaikan harga minyak dunia membuat
negara-negara di dunia panik dan waspada termasuk pemerintah Indonesia.
Hingga
disekitar tahun 2010 pemerintah melakukan konversi minyak tanah ke gas
elpiji,
hal ini dimaksudkan agar masyakat mengurangi jumlah konsumsinya akan
minyak.
Harga minyak dunia terus mengalami
kenaikan sampai mencapai $100/barel, hal ini sempat membuat pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan yang ekstrim, yakni dengan melakukan
pengurangan subsidi BBM dan menyarankan agar para pengguna mobil berplat
hitam
dengan tahun produksi 2000 ke atas untuk menggunakan pertamax, dimana
harga
pertamax saat ini mencapai Rp 9.450,00 harga dua kali lipat lebih mahal
daripada bensin. Karena pertamax bukan BBM bersubsidi maka harganya pun
mahal,
sedangkan bensin merupakan BBM bersubsidi sehingga harga jauh lebih
murah. Dan
disini mulai timbul pro kontra. Hingga pemerintah mengeluarkan
gagasannya untuk
mengkonversi BBM ke LGV (Liqufied Gas Vehichle), dimana harga LGV
sendiri jauh lebih murah dibanding harga pertamax dan bensin.
Negara-negara
maju seperti di Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand sudah mulai
menerapkan LGV dan dinilai cukup sukses.
Sumber
: depkeu.go.id
Dari data diatas dapat dilihat bahwa
harga LGV jauh lebih murah dibandingkan harga bensin. Sehingga, jika
kebijakan
LGV benar-benar dilakukan maka pemerintah akan menghemat subsidi sebesar
Rp
275.519.052.800,00. Dengan penggunaan gas ini, dimaksudkan agar
masyarakat
tidak ketergantungan pada BBM yang harganya tinggi.
Namun, disetiap pelaksanaan kebijakan
baru pasti akan ditemui masalah yang baru pula. Untuk menggunakan LGV
kendaraan
bermotor harus menggunakan konverter karena kendaraan bermotor yang ada
saat
ini menggunakan standar bahan bakar minyak. Berdasarkan informasi harga
dari
konverter mencapai Rp 10jt, belum termasuk PPN, dan biaya pemasangannya.
Bagi
pemilik kendaraan bermotor yang taraf hidupnya menengah ke atas pasti
masih
mampu untuk membeli dan memasang konverter, namun untuk para pemilik
kendaraan
bermotor kalangan menengah ke bawah akan menemui kesulitan secara
ekonomis.
2.5 Masuknya
SPBU Asing
Mulai tahun 2005 bisnis SPBU Indonesia
mulai terbuka bagi dunia, terbukti sudah ada 3 SPBU asing masuk ke
Indonesia,
yaitu Total (Perancis), Petronas (Malaysia) dan Shell (Belanda). Tak
khayal
ketiga SPBU ini menjadi perhatian terutama bagi Pertamina, dimana
Pertamina
harus mampu menarik konsumen untuk lebih memilih membeli BBM di
Pertamina,
daripada di 3 SPBU asing tersebut. Sumber : spbukita.com
Ketiga SPBU asing ini menjual BBM non
subsidi (pertamax, pertamax plus, solar), sedangkan premium atau bensin
(BBM
bersubsidi) terdapat di Pertamina. Dalam penetapan harga BBM non subsidi
antara
Pertamina dan SPBU asing memang terdapat perbedaan. Namun, selisih dari
harga-harga tersebut tidak terpaut jauh. Keempat perusahaan ini
menetapkan
harga BBM dengan menjadi tren harga minyak mentah dunia menjadi
patokannya.
Menurut Pengamat Perminyakan sekaligus
Dosen Pasca Sarjana FE UI, Kurtubi, mengatakan bahwa ada beberapa faktor
yang
menyebabkan mahalnya harga BBM Pertamina dibandingkan dengan SPBU asing.
Salah
satu faktornya adalah Pertamina kurang efisien, maksudnya di sini bahwa
Pertamina masih belum banyak memproduksi Pertamax sehingga perlu import
dan
harga import tinggi, yang kemudian menyebabkan harga pertamax itu mahal.
2.6 Dampak
Subsidi
·
Dampak positif
subsidi
Kebijakan pemberian subsidi biasanya
dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif eksternalitas
dengan
tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang
dialokasikan ke barang dan jasa tersebut, misalnya pendidikan dan
teknologi
tinggi.
·
Dampak negatif
subsidi
Secara umum efek negatif subsidi
adalah:
a) Subsidi
menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen
membayar
barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka
ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang
disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih rendah daripada biaya
kesempatan
(opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam penggunaan sumber daya
untuk memproduksi
barang yang disubsidi.
b) Subsidi
menyebabkan distorsi harga.
Menurut
Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan
mengakibatkan:
a) Subsidi besar
yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru
dalam
perekonomian
b) Subsidi
menciptakan suatu inefisiensi
c) Subsidi
tidak dinikmati oleh mereka yang berhak
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kenaikan
harga minyak dunia membuat negara-negara di dunia panik dan waspada
termasuk
pemerintah Indonesia. Hingga disekitar tahun 2010 pemerintah melakukan
konversi
minyak tanah ke gas elpiji, hal ini dimaksudkan agar masyakat mengurangi
jumlah
konsumsinya akan minyak.
Harga
minyak dunia terus mengalami kenaikan sampai mencapai $100/barel, hal
ini
sempat membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang ekstrim,
yakni
dengan melakukan pengurangan subsidi BBM dan menyarankan agar para
pengguna
mobil berplat hitam dengan tahun produksi 2000 ke atas untuk menggunakan
pertamax.
3.2 SARAN
Pengaturan
distribusi bahan bakar minyak bersubsidi mutlak dilakukan, sekalipun
pemerintah
belum menetapkan model pengendalian. Langkah ini mengingat tren konsumsi
BBM
bersubsidi terus naik dan kemungkinan kuota BBM bersubsidi tahun 2012
bakal
terlampaui.
DAFTAR
PUSTAKA
irsantricahyadinata.com/wp/?p=1243
Tidak ada komentar:
Posting Komentar