INFLASI
|
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Bila
ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah
Indonesiamenjaga kestabilan mata uang telah menuju ke arah yang lebih
baik.
Prof. M. Sadli,2005, mengungkapkan bahwa inflasi di Indonesia tinggi
sekali di
zaman PresidenSukarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali
tidak
prudent (kalau perluuang, cetak saja). Di zaman Suharto pemerintah
berusaha
menekan inflasi akan tetapitidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata,
antara
lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain
sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas
tanpa
batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka
fungsi
Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena
sejarah dan
karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke
belakang,artinya
bercermin kepada sejarah) maka ³inflasi inti´ masih lebih besar daripada
5 persen setahun.Pada tahun 1990-an, Pemerintahan Soeharto juga
sebenarnya
telah mampu menjaga tingkat inflasi dengan rata-rata di bawah 10%. Hanya
saja
ketika memasuki masa krisis moneter Indonesia dan Asia 1997 Inflasi
kembali
meningkat menjadi 11,10% dan kemudian melompat menjadi 77,63% pada tahun
1998,
di mana saat itu nilai tukar rupiah juga anjlok dari Rp 2.909,- per
dolar
AS (1997) menjadi Rp 10.014,- per dolar AS (1998). Setelah itu
Pemerintahan Habibie melakukan kebijakan moneter yang sangat ketat dan
menghasilkan tingkat inflasi yang (paling) rendah yang pernah dicapai
yaitu sebesar
2,01% pada tahun 1999.Selanjutnya pada tahun 2000 hingga 2006 Inflasi
terus
terjadi dengan nilai yang terbilang tinggi, yaitu dengan rata-rata
mencapai
10%. Inflasi tahun 2005 dengan nilaisebesar 17,11% adalah inflasi
tertinggi
pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998),tekanan akan penyesuaian
harga bahan
bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama tingginya inflasi
tahun
2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional menyebakan
Pemerintah
berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Hal tersebut sangat
mempengaruhi
kondisi makro ekonomi Indonesia mengingat konsumsiBBM mencapai 47.4 %
(tahun
2000) dari total konsumsi energi Indonesia.Inflasi bergerak pada angka
yang sangat mendekati yaitu 6,60% (2006) dan 6,59%(2007). Bila saja
inflasi
yang terjadi pada tahun 2005 dapat diabaikan dengan alasan bahwa BBM
sebagai faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun 2005 berada
diluar kendali
Pemerintah, maka tingkat inflasi dalam 2000-2006 tahun terakhir dapat
dikatakan
cukup terkendali.Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha
keras
menjaga tingkat inflasi,namun berbagai tekanan dari dalam dan luar
negeri pasca
reformasi (1997) masih sangat tinggi mempengaruhi pergerakan
perekonomian
Indonesia. Inflasi yang terjadi diIndonesia masih cukup tinggi apabila
dibandingkan dengan tingkat inflasi Malaysia danThailand yang berkisar
2%,
bahkan Singapura yang berada di bawah 1%. Bila sektor-sektor riil dalam
negeri
tidak dibangkitkan maka upaya di sektor moneter menjaga kestabilan makro
ekonomi dalam jangka panjang hanya akan menjadi hal yang sia-sia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN INFLASI
Dalam
ilmu ekonomi, inflasi
adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat
disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat
atau
adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi
juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi
adalah
proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.
Artinya,
tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi.
Inflasi
dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara
terus-menerus
dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan
untuk
mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala
dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Selain itu, inflasi
merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan perhatian
para
pemikir ekonomi. Pengertian inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk
menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang
saja tidak disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang teus
menerus juga perlu diingat, karena kenaikan harga karena musiman,
menjelang
hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja, dan tidak mempunyai
pengaruh
lanjutan tidak disebut inflasi.
Jika
seandainya harga-harga dari sebagian barang diatur diatur pemerintah,
maka
harga-harga yang dicatat oleh Biro Statistik mungkin tidak menunjukkan
kenaikan apapun karena yang dicatat adalah harga harga "resmi"
pemerintah. Tetapi kenyataan yang terjadi ada kecenderungan bagi
harga-harga
untuk terus menaik. Dalam hal ini inflasi sebetulnya ada, tetapi tidak
diperlihatkan.
Keadaan ini disebut "suppressed
inflation" atau "inflasi
yang ditutupi" , yang pada suatu waktu akan terlihat karena
harga-harga
resmi makin tidak relevan dalam kenyataan.
2.2 JENIS-JENIS INFLASI
Berdasarkan
asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang
berasal dari
dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal
dari
dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja
yang
dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar
yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi
dari
luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga
barang impor.
Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi
atau
adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi
juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga.
Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang
tertentu, inflasi itu disebut inflasi
tertutup (Closed Inflation).
Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum,
maka
inflasi itu disebut sebagai inflasi
terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap
saat
harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat
menahan uang
lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi
yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Dari
hal diatas kita dapat membedakan bermacam-macam inflasi berdasarkan
berbagai
penggolongannya, yaitu: Berdasarkan parah tidaknya inflasi, Berdasarkan
penyebab dari Inflasi, Berdasarkan asal dari inflasi, dan Penggolongan
Inflasi
ditinjau dari asal inflasi.
·
Berdasarkan
parah
tidaknya inflasi :
1.
Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2.
Inflasi sedang (antara 10 - 30%
setahun)
3.
Inflasi berat (antara 30 - 100% setahun)
4.
Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
·
Berdasarkan
penyebab
dari Inflasi
1. Demand inflation / inflasi permintaan
Inflasi
ini timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai macam barang
terlalu
kuat. Inflasi permintaan ini
disebabkan oleh permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate
demand)
bertambah misalnya, karena
bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan
uang, atau
kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau
bertambahnya
pengeluaran investasi swasta karena kredit
yang murah, maka kurva agregate demand bergeser dari D1 ke D2.
Akibatnya
tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.
Inflasi
yang timbul karena kenaikan
biaya produksi,
yaitu karena kenaikan harga sarana
produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan bahan
bakar
minyak) maka kurva penawaran measyarakat (aggregate supply) bergeser
dari S1 ke
S2.
Perbedaan dari kedua macam inflasi ini adalah:
1)
Perbedaan
dalam hal akibat dari kedua macam inflasi tersebut,
dari segi volume output, karena dari segi
harga output tidak berbeda. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada
kecenderungan
outputnya (GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum.
Besar
kecilnya kenaikan output ini tergantung tegantung pada eltisitas kurva
agregate
supplay, semakin mendekati output maksimum semakin tidak elastis kurva
tsb.
Sebaliknya dalam kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga
dibarengi
dengan penurunan omzet penjualan barang (kelesuan usaha).
2)
Perbedaan dalam hal urutan dari
kenaikan harga.
Dalam
demand inflation kenaikan harga barang (output) mendahului kenaikan
harga
barang-barang input dan harga- harga faktor produksi (upah dsb).
Sedangkan
dalam dalam cost inflation kenaikan harga barang -barang input dan
harga-harga
faktor produk mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output).
2. Cost inflation / inflasi penawaran.
Inflasi
ini timbul karena kenaikan biaya
produksi atau berkurangnya penawaran agregatif. Inflasi desakan biaya (cost
push
inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input)
sehingga
mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan
harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji
PNS
akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang dan
Factor-faktor
yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
a. Tingkat
pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan
barang dan jasa
b. Tuntutan
kenaikan upah dari pekerja.
c. Kenaikan harga
barang impor
d. Penambahan penawaran
uang dengan cara mencetak uang baru
e. Kekacauan
politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998.
akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
·
Berdasarkan
asal
dari inflasi
1.
Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic
inflation)
2.
Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported
inflation)
·
Penggolongan
Inflasi
ditinjau dari asal inflasi
1.
Inflasi dari dalam negeri timbul misalnya
karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang
baru, panenan
gagal dsb.
2.
Inflasi dari luar negeri adalah inflasi
yang timbul karena kenaikkan harga-harga
(yaitu:inflasi) di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang
kita.
Kenaikkan
harga barang-barang yang kita impor mengakibatkan:
1.
Secara
langsung kenaikan indeks biaya
hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya
berasal dari
impor.
2.
Secara
tidak langsung menaikkan indeks
harga melalui kenaikan biaya produksi (dan kemudian, harga jual) dari
berbagai
barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor
(cost
inflation)
3.
Secara tidak langsung menimbulkan
kenaikan harga di dalam negeri, karena kenaikkan harga barang-barang
impor
mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha
mengimbangi
kenaikan harga impor tsb (demand inflation).
Penularan
inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula melalui kenaikan
harga
barang-barang ekspor dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda
dengan
penularan lewat kenaikan harga barang-barang impor.
1.
Bila
harga barang-barang ekspor seperti
kopi teh minyak kelapa sawit naik, maka indeks biaya hidup akan naik
pula sebab
barang- barang tsb langsung masuk dalam daftar barang- barang yang
tercakup
dalam indeks harga.
2.
Bila
harga barang-barang ekspor
(seperti, kayu,karet, timah, dsb) naik, maka biaya produksi dari
barang-barang
yang menggunakan barang-barang tsb dalam proses produksinya (perumahan,
sepatu,
kaleng, dsb) akan naik, dan harganya akan naik pula (cost inflation).
3.
Kenaikan harga barang-barang ekspor
berarti kenaikan penghasilan eksportir. Kenaikan penghasilan ini akan
dibelanjakan untuk membeli barang-barang , baik dari dalam negeri maupun
luar
negeri. Bila jumlah barang yang tersedia di pasar tidak bertambah,
akibatnya
harga-harga barang lain akan naik pula (demand inflation).
2.3
TEORI INFLASI
Secara
garis besar 3 kelompok teori mengenai
inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses
inflasi,
yaitu:
·
Teori Kuantitas
Teori
ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:
a.
Jumlah uang yang beredar
b.
Psikologi (harapan) masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga (expectation)
Inti
dari teori ini adalah :
a.
Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada
penambahan volume uang yang beredar (berupa penambahan uang cartal atau
penambahan uang giral).
b.
Laju inflasi ditentukan oleh laju
pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan)
masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.
Ada
3 kemungkinan keadaan :
1.
Keadaan
pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum) mengharapkan harga-harga
untuk
naik pada bulan bulan mendatang.
Dalam
hai ini, sebagian besar dari
penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima masyarakat untuk
menambah
likwiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam buku neraca para anggota
masyarakat).
Ini
berarti sebagian besar dari kenaikan
jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Sehingga
tidak
akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak
ada
kenaikan harga barang-barang.
Dalam
keadaan seperti ini kenaikan jumlah
uang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan harga- harga sebesar,
misalnya
1%.
Keadaan
ini biasa dijumpai pada waktu
inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi
sedang
berlangsung.
2.
Keadaan
Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan bulan
sebelumnya
mulai sadar adanya inflasi.
Penambahan
jumlah uang yang beredar digunakan oleh masyarakat untuk membeli
barang-barang
(memperbesar pos aktiva barang-barang didalam neraca).
Kenaikan
harga (inflasi) adalah suatu
pajak atas saldo kas masyarakat, karena uang semakin tidak berharga.
Dan
orang-orang berusaha menghindari pajak ini dengan mengubah saldo kasnya
menjadi
barang. Sehingga permintaan akan barang-barang melonjak, akibatnya harga
barang-barang tersebut juga mengalami kenaikkan.
Pada
keadaan ini kenaikan jumlah uang
sebesar, misalnya 10% akan diikuti dengan kenaikan harga barang mungkin
sebesar
10% pula.
3.
Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi,
yakni orang-orang sudah
kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keadaan ini ditandai
oleh
makin cepatnya peredaraan uang (velocity of circulation yang menaik).
Uang yang
beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan kenaikan harga lebih
besar dari
20%.
·
Teori Keynes
Menurut
teori ini, inflasi terjadi karena suatu
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses
inflasi
menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki di antara
kelompok-
kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang
bisa
disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini diterjemahkan menjadi
keadaan
di mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah
barang-
barang yang tersedia (timbulnya inflationary gap).
·
Teori Strukturalis
Adalah
teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara Amerika
Latin.
Teori ini memberi tekanan pada ketegaran
(rigidities) dari struktur perekonomian yang sedang berkembang.
Karena
inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian
(faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka
panjang)
maka teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang.
Menurut
teori ini ketegaran utama ada dua macam:
1.
Ketegaran yang pertama berupa
ketidakelastisan dari penerimaan eksport., yaitu nilai ekspor yang
tumbuh
secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor- sektor lain.
Kelambanan
ini disebabkan oleh:
a.
Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin
tidak
menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang harus dibayar
(term of trade makin memburuk).
b.
Supplay atau produksi barang-barang
ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga (supplay
barang-barang
ekspor yang tidak elastis).
Kelambanan
pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan pertumbuhan
kemampuan
untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan (untuk konsumsi maupun
investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil kebijaksanaan
pembangunan yang
menekankan pada penggalakkan produksi dalam negeri dari barang-barang
yang
sebelumnya diimpor (import substitution strategy), meskipun biaya
produksi
dalam negeri lebih tinggi dan berkualitas rendah daripada barang- barang
sejenis yang diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga
yang
lebih tinggi pula. Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya
produksi juga meluas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga
barang
yang naik, dan inflasipun terjadi.
2.
Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supplay atau
produksi
bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri tidak
tumbuh
secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita, sehingga harga
bahan
makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga
barang-
barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan karyawan
untuk
memperoleh kenaikan upah. Kenaikan upah berarti kenaikan ongkos
produksi, yang
berarti kenaikan harga barang-barang tersebut. Kenaikan harga tersebut
menyebabkan tuntutan kenaikan upah lagi. Dan kenaikan upah ini diikuti
kenaikan
harga-harga. Demikian seterusnya.
Kesimpulan
dari teori strukturalis yaitu:
1.
Teori ini menerangkan proses inflasi
jangka panjang di negara- negara yang sedang berkembang.
2.
Jumlah uang yang beredar bertambah secara
pasif mengikuti dan menampung kenaikan harga barang-barang tersebut.
Proses
inflasi tersebut dapat berlangsung terus hanya bila jumlah uang yang
beredar
juga bertambah terus.
Tanpa
kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan
sendirinya.(juga
dalam teori Keynes dan teori kuantitas).
3.
Tidak jarang faktor-faktor struktural
yang dikatakan sebagai sebab musabab yang paling dasar dari proses
inflasi
tersebut bukan 100% struktural. Sering
dijumpai
bahwa ketegaran ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
harga/moneter pemerintah sendiri.
2.4 DAMPAK
INFLASI
Inflasi
memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau
tidaknya
inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam
arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan
nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan
investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi
inflasi tak terkendali (hiperinflasi),
keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Orang
menjadi tidak bersemangat kerja,
menabung, atau
mengadakan investasi
dan produksi karena harga meningkat
dengan
cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh
juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup
mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi
masyarakat yang memiliki
pendapatan tetap,
inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai
negeri
tahun 1990. Pada tahun 1990, uang
pensiunnya cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas
tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya,
uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk
memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan
berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak
dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan
dengan
gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi
juga menyebabkan orang enggan untuk menabung
karena nilai mata uang
semakin menurun. Memang, tabungan
menghasilkan bunga,
namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun.
Bila
orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang.
Karena,
untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank
yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi
orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan,
karena
pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang
meminjamkan uang
akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi
produsen, inflasi dapat
menguntungkan bila
pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi.
Bila
hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan
produksinya
(biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan
naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka
produsen
enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan
produksinya
untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju
inflasi, usaha
produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha
kecil).
Secara
umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu
negara,
mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat
spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi,
defisit
neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
2.5 PERAN BANK
SENTRAL
Bank sentral memainkan
peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara
pada
umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam
artian
bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank
sentral
-termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi
menunjukkan
bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan
intervensi
pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong
perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang
beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai
instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga
berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan
karena
nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat
inflasi) maupun eksternal (kurs).
Saat
ini pola inflation
targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh
dunia,
termasuk oleh Bank Indonesia.
Dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga stabilnya
nilai mata uang, Pemerintah dan otoritas moneter yang ada mengambil
beberapa
kebijakan baik dari segi moneter, fiskal, maupun sektor riil.
Dari segi moneter maka bank sentral akan
menaikkan suku bunga dan pengetatan likuiditas perbank-kan, mengkaji
efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter,
menentukan
sasaran akhir kebijakan moneter, mengidentifikasi variabel yang
menyebabkan
tekanan-tekanan inflasi, memformulasikan respon kebijakan moneter.
Dari segi fiskal, pemerintah menerapkan kenaikan prosentase
pungutan pajak, mengadakan pinjaman sukarela atau pinjaman paksa,
memotong
uang, membekukan sebagian atau seluruhnya simpanan-simpanan (deposito)
pihak-pihak partikulir (bukan punya pemerintah) yang ada dalam
bank-bank, serta
penurunan pengeluaran pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Inflasi
adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
terusmenerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut
inflasi, kecuali bilakenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan
kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi
digolongkan menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan,
sedang, berat, hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost
inflation),
asalnya (domestic atauimported inflation).
Ada
3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa
penyebab
utamainflasi adalah pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi
masyarakat
mengenaikenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi
karenan
masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya.. Teori
strukturalis: sebab
inflasi adalah darikekakuan struktur ekonomi.
Biaya
Inflasi. Biaya Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost,
Menu
cost,Complaint and opportunity loss cost, Biaya perubahan
peraturan/undang-undang pajak, danBiaya ketidaknyamanan hidup. Biaya
inflasi
yang tidak diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan
kreditor dan Penurunan nilai uang pensiunan.Dampak inflasi antara
lain engara
rentan timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan, bank kekurangan
dana dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak
adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakats
emakinselektif memilih barang,menumbuhkan industri kecil, dan
pengangguran
berkurang karena banyak wirausahawan.Upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah
dan mengatasi inflasi adalah yang berkaitandengan Kebijaksanaan Moneter,
Kebijakan Fiskal, Kebijakan yang Berkaitan denganOutput, Kebijaksanaan
Penetuan
Harga dan Indexing, Sanering, dan Devaluasi.
3.2 SARAN
Dengan
dua pendekatan (moneterist dan strukturalist)
pada komposisi yang tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka
pendek
inflasi dapat dikendalikan, tetapi juga dalam
jangka panjang. Dan,
bila ada upaya yang serius untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan
hambatan-hambatan struktural yang ada, maka akan berakibat pada
membaiknya
fundamental ekonomi Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
pengaruhinflasi.blogspot.com/2011/11/makalah-ekonomi.html
id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar